Buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia
Akhir-akhir ini sering kita dengar dan lihat dalam media cetak maupun elektronik, banyak rakyat kecil yang hak nya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan tidak dipenuhi,sebagai contoh
beberapa bulan lalu terjadi kasus kericuhan pada antrean pasien dukun cilik di Jombang membuat kita terpana. Keinginan masyarakat untuk sehat terhambat masalah keuangan sehingga pengobatan alternatif macam dukun cilik ini kian marak dan ramai didatangi. Cerita orang miskin di negeri ini “disandera” rumah sakit sudah biasa. Jangan pula heran jika seorang ibu muda yang baru melahirkan tidak bisa membawa pulang bayinya dari klinik. Masalahnya sama, yaitu tidak mampu membayar biaya pelayanan kesehatan. Sebenarnya ada apa di balik buruknya pelayanan kesehatan di negri kita???
Di sini saya akan coba membahasnya walau mungkin tidak banyak dan secara rinci, tapi semoga bermanfaat bagi pembaca. Menurut saya Akar utamanya sebenarnya adalah anggaran kesehatan sangat kecil dan sistem kesehatan yang diskriminatif. Anggaran kesehatan di negeri ini kalah jauh dengan anggaran pendidikan dan pertahanan. Dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2009 yang berjumlah Rp1.037,1 triliun, anggaran Departemen PendidikanRp207,4 triliun, Departemen Pertahanan Rp33,7 triliun, dan Departemen Kesehatan Rp20,3 triliun.
Dari segi proporsi anggaran kesehatan itu hanya 2,8 persen dari total APBN 2009. Belum pernah anggaran kesehatan lebih dari 3 persen dari total APBN. Dari tahun ke tahun jumlah anggaran memang meningkat, tapi proporsinya menurun. Anggaran Departemen Kesehatan tahun 2005 Rp11,14 triliun (2,9 persen dari total APBN), tahun 2006 Rp13,98 triliun (2,3 persen dari total APBN), tahun 2007 Rp18,75 triliun (2,7 persen dari total APBN), dan tahun 2008 Rp18,76 triliun (2,49 persen dari APBN).
Angka ini jauh dari anggaran yang disarankan Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni 15 persen dari APBN. Meski anggaran itu ditambah APBD, dana alokasi khusus, dan pinjaman/ hibah luar negeri (PHLN), tetap saja jumlahnya kurang dari standar WHO. Mengapa anggaran kesehatan sangat kecil?
Para pejabat negeri ini belum sepenuhnya memperhatikan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bisa dikatakan bahwa hak asasi hanya milik orang beruang, bangsawan dan konglomerat. Warga yang miskin tidak mampu berobat, hanya menunggu keajaiban dari Tuhan atau menunggu ajal menjemput. Padahal, sakit bukan hanya menimpa orang-orang kelas menengah ke atas. Semua warga negara berpeluang sakit. Bahkan di kalangan orang miskin, potensi untuk sakit lebih besar karena asupan gizi yang buruk, akses informasi medis yang minim, gaya hidup buruk, dan kemampuan berobat yang rendah.
Pembangunan fisik mendominasi benak para pengambil kebijakan. Padahal, sudah banyak penelitian membuktikan bahwa warga negara yang sehat akan menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bersama yang lebih baik.
Sampai kini, untuk melayani kesehatan dasar (untuk menyembuhkan warga sakit) pun belum tertangani semua. Ini menandakan bahwa harapan untuk memiliki rakyat yang sehat dan berkualitas masih sangat jauh . Target mengurangi kematian bayi dan kematian ibu serta meningkatkan umur harapan hidup bisa terancam gagal jika pemerintah tidak bekerja lebih keras lagi untuk mencapai hasil maksimal.